Friday, May 15, 2015

Lapor Presiden: Cari dan Temukan 13 Aktivis yang Hilang tahun 1997-1998, termasuk Wiji Thukul*

Bapak Presiden Jokowi Yth.,

Kasus penculikan dan penghilangan paksa aktivis pro demokrasi telah terjadi lebih dari 16 tahun lalu. Komnas HAM dan DPR telah menyimpulkan (setelah Komnas HAM melakukan penyelidikan) adanya pelanggaran berat HAM dan mengeluarkan rekomendasi agar Jaksa Agung menyidik dan mengadili para pelaku, serta Presiden untuk mencari 13 aktivis yang masih hilang, memberikan kompensasi dan rehabilitasi kepada keluarga korban serta meratifikasi Konvensi Internasional Anti Penghilangan Paksa.

Dalam pidato kampanye presiden 2014 dan dokumen keramat Nawacita, Bapak Presiden Jokowi mengatakan dan menyebutkan untuk menyelesaikan kasus tersebut.

Bapak Presiden Jokowi tentu masih ingat Mbak Sipon istri Wiji Thukul, juga Fitri Nganthi Wani dan Fajar Merah anak mereka. Mereka semua masih menunggu realisasi komitmen Pak Presiden. Juga orang tua dan sanak saudara 12 keluarga yang masih hilang. Beberapa dari orang tua korban bahkan sampai meninggal duluan, Pak Presiden. Bapak dan Mas-nya Herman Hendrawan di Bangka, Bapaknya Suyat yang di Gemolong Sragen dekat rumah Bapak di Solo, Ibunya Yadin Muhidin di Sunter Jakarta Utara, Bapaknya Noval Alkatiri, Bapak Ibunya Wiji Thukul sendiri, serta Ibu Tuti Koto atau Mami, Ibunya Yani Afri... mereka semua telah meninggal dalam penantian panjang, Pak Jokowi.

Kalau mereka masih ada, pasti mereka senang sekali bahwa orang biasa yang tidak merupakan bagian dari pemerintahan Orde Baru telah menjadi Presiden Indonesia. Mereka pasti akan memaksa kami untuk mencari jalan agar bisa bertemu dengan Pak Jokowi. Apalagi Pak Jokowi berjanji mau menyelesaikan kasus kami. "Kalau hilang, ya di cari!" begitu kata Pak Jokowi saat ditanya wartawan saat kampanye Presiden.

Pak Jokowi, mereka yang didihilangkan itu tidak hanya punya keluarga, tetapi mereka adalah tulang punggung keluarga atau harapan keluarga. Jadi dengan dihilangkannya mereka oleh pemerintah Orde Baru yang lalu, keluarga mereka kini pincang, Pak. Tidak ada lagi yang mencari nafkah untuk makan, biaya sekolah atau biaya berobat kalau mereka sakit. Memang sekarang Pak Presiden punya Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sejahtera. Tapi itu baru sekarang, Pak. Penderitaan mereka telah terjadi sejak 1998.

Wani dan Fajar anak Thukul, serta Dinis anak Yadin Muhidin juga memiliki persoalan dengan status Bapak mereka. Tidak ada orang atau pejabat pemerintah yang mengatakan bahwa Wiji Thukul, Yadin Muhidin dan 11 yang lain yang dihilangkan itu sudah mati atau masih hidup. Meraka hilang. Ya, hilang Pak Presiden, karena dihilangkan. Oleh aparatur negara Orde Baru. Tidak ada yang bisa menunjukkan jenazah mereka. Juga tidak pernah ada yang menunjukkan keberadaan mereka. Status para korban penghilangan paksa ini mengambang, Pak Jokowi. Mereka tidak memiliki kuburan, tetapi mereka juga tidak ada di sekitar kita. Mungkin Pak Presiden bingung dengan penjelasan tentang status ini. Tapi kebingungan ini kami rasakan setidaknya sejak 16 tahun terakhir. Dan Pak Jokowi sebagai Presiden Indonesia, punya kuasa, punya alat, punya sarana untuk mengakhiri kebingungan kami ini.

Bapak Presiden Jokowi Yth,
Untuk pengetahuan Bapak, bagi keluarga korban, hal yang paling mendesak terkait penyelesaian kasus ini bukanlah Pengadilan HAM. Kami tahu, dalam sistem pengadilan yang korup, yang belum bisa dibereskan oleh Pak Presiden, kami tidak yakin akan bisa mendapatkan keadilan dari sana.
Bagi kami keluarga korban, yang paling penting bagi kami adalah untuk megetahui apakah mereka, kawan-kawan kami itu, Bapak, Suami, Pak Lik, Tulang, adik itu masih meninggal, atau masih hidup. Kalau sudah meninggal, dimana mereka dikuburkan. kalau masih hidup, walau mungkin kami sudah pangling tidak lagi mengenali mereka, tolong kembalikan pada kami, keluarganya.

Kami yakin, Bapak Presiden BISA memenuhi harapan kami tersebut, karena Bapak punya kekuasaan, punya alat, sarana, sumber daya dan segalanya. Mungkin persoalannya adalah adalah Bapak MAU atau tidak. Tapi percayalah, Pak Jokowi, kami dan masyarakat luas akan mendukung Bapak, berdiri dibelakang, samping, bahkan di depan Bapak Presiden bila Pak Presiden MAU.

Ayo Pak Jokowi. Dalam kasus penghilangan paksa, waktu satu detik itu sangat berharga. Karena satu detik itu mungkin bisa menyelamatkan mereka yang dihilangkan, yang mungkin sedang disekap. Mirip dengan Bapak yang pada detik-detik terakhir bisa menyelamatkan Mary Jane Veloso, warga negara Filipina itu, dari kemungkinan dieksekusi regu penembak.

Bapak Presiden Yth.,
Saya menulis laporan ini karena saya adalah kawan dari beberapa korban yang dihilangkan itu. Dan kini saya telah menjadi keluarga dari para korban yang masih hilang, karena selama 17 tahun terakhir, saya berjuang bersama-sama mereka mencari kawan-kawan yang hilang itu. Dan saya adalah satu dari korban yang selamat, Pak Presiden. Jadi saya menulis laporan untuk Presiden ini karena kawan-kawan dan keluarga tersebut masih hilang, dan saya selamat, penyintas.

Pak Jokowi Yth.,
Saya tahu Pak Jokowi pernah datang ke rumah Wiji Thukul di Kampung Kalangan, Kelurahan Jagalan, Solo. Pak Jokowi juga sudah bertemu Bapaknya Bimo Petrus bersama teman-teman IKOHI tahun lalu, yang waktu kampanye Presiden menyatakan dukungannya pada Pak Jokowi. Mereka-mereka inilah yang berharap Pak Jokowi turun tangan, melakukan apa yang Pak Jokowi ingin dan harus lakukan sebagai Presiden RI.

Cari dan temukan 13 aktivis pro demokrasi yang masih hilang, penuhi hak-hak pemulihan keluarga korban.

Semoga Bapak Jokowi sempat membaca, dan dibukakan hatinya.

Salam hormat,
Mugiyanto

*Catatan: Surat ini dikirimkan ke portal LaporPresiden.com pada tanggal 5 Mei 2015, bisa dilihat di sini ~> http://laporpresiden.org/355/temukan-aktivis-hilang-tahun-1997-1998-termasuk-wiji-thukul

No comments: